Skip to main content


CERPEN
(berdasarkan kisah nyata)

Pohon Satu Impian
Pagi itu pukul 6.57, Udin terbangun dari tempat tidur, sinar mentari menerangi jendela luas kamar yang terhalang oleh tirai keoranye-oranyean. Cahaya itu terang sekali, membuat bayangan teralis dari jendela tampak dengan indah di tirai. Tersenyum dan bersyukur karena masih bisa menghirup udara segar untuk melanjutkan petualangan kehidupannya.
Satu jendela dibuka. Segera sinar mentari dan udara segar langsung memenuhi setiap sudut kamar yang lansung menerangi peta dunia besar di dinding tepat di sebelah kanan tempat tidur.

Setelah meminum segelas air putih, mandi lalu Udin sedikit membereskan kamar yang biasanya berantakan biar tampak agak rapih.
Rabu itu dia harus packing beberapa helai baju dan perlengkapan yang dibutuhkan karena seperti biasa hari itu akan ada pekerjaan membawa anak anak sekolah ke satu satunya resort yang ada di Pulau Sugi, tempat dia bekerja. '3 helai baju, 2 celana pendek, 3 helai ‘CD’, 1 kaca mata renang dan reben, 1 topi dan tidak lupa bawa satu buku sepertinya sudah cukup,' pikirnya. Ia pun bergegas mempersiapkan diri karena harus tiba di kantor dulu untuk ngeprint beberapa dokumen kerja yang dibutuhkan. Tanpa sarapan dan memastikan memakai semua perlengkapan 'safety riding' dia menancapkan gas motor hitamnya menuju kantor.

Beberapa jam kemudian, Udin sudah tiba di Terminal Ferry Internasional Sekupang bersama rekan-rekan kerjanya untuk menyambut puluhan anak-anak sekolah setingkat smu yang datang langsung dari Korea. Murid murid itu pun tiba di terminal dan beberapa menit kemudian Udin dan tim langsung membawa mereka menuju terminal pancung (perahu kayu tipikal perahu orang Melayu) kira kira 7 menit dari Terminal Tnternasional. 5 pancung yang berukuran cukup besar dibanding dengan ukuran standar telah siap menanti untuk membawa rombongan menuju resort.
Waktu itu Udin masih tergolong baru bekerja dalam perusahaan ini. Banyak memperhatikan dan belajar beberapa teman yang lebih senior menjadi salah satu modal penting untuk mengerti pekerjaan seperti ini. Dan belajar sambil terus melakukan adalah salah satu cara terbaik untuk menguasai perkerjaan ini karena memang tidak ada management training atau pelatihan khusus yang biasa di lakukan oleh perusahaan-perusahaan besar kepada pegawai barunya. Wajar saja karena perusahaan ini masih perusahaan kecil dan sedang terus berkembang.

Menikmati perjalanan selama 1,5 jam menuju resort, Udin biasanya terpukau melihat pemandangan sebelah di kanan dan di kiri. Pulau-pulau, perkampungan di atas laut, luasnya pohon bakau, elang yang beterbangan, sampan-sampan nelayan, ferry-ferry lokal antar pulau menjadi pemandangan yang tidak bosan bosannya untuk di perhatikan. Sangat alami dan memanjakan mata.
Bersama puluhan siswa juga sedang menikmati pemandangan itu di dalam pancung berkecepatan kira kira 45 km per jam, Udin melihat ada beberapa tempat yang sangat menarik hatinya.
Salah satu nya adalah ada satu pohon yang tumbuh di tengah tengah laut. Kurang yakin apa nama pohon itu, dia pun memandangi pohon itu dan sambil tersenyum membayangkan sesuatu. Pohon itu tidak kecil dan juga tidak terlalu besar. Kira kira setinggi 2 meter dengan dedaunan yang hijau tidak terlalu banyak. Pohon itu tumbuh dengan baik dengan batang kecoklat-coklatan dengan ranting yang banyak. Terkesan kurus kering tapi bukan berarti karena pohon itu tidak tumbuh dengan baik tapi karena memang jenisnya demikian.
Wah ini menarik sekali,’ pikirnya.
Satu pohon tumbuh di tengah-tengah lautan luas. Beberapa teman mengatakan bahwa tempat itu dinamakan lonely tree island. Dia tidak setuju dengan nama itu karena dia tidak mendapati ada pulau di situ. Tapi tempat itu cukup berkesan bagi Udin walaupun masih penasaran setengah tidak percaya bagaimana pohon itu bisa tumbuh dengan baik di tengah-tengah lautan. Pikirnya mungkin ada penjelasan ilmiah tentang ini, tapi dia tidak mau ambil pusing dengan hal-hal seperti itu. Sambil memandangi pohon itu beberapa menit dan membayangkan sesuatu di sana, dia pun tersenyum. Pemandangan itu berlalu semakin jauh seiring dengan pancung yang terus melaju.

Lima hari berlalu, waktunya kembali bagi anak anak sekolah itu ke tempat asal mereka. Dengan menggunakan pancung dan jalur kembali yang sama mereka pun menuju terminal ferry internasional, Sekupang, Batam. Tak lupa Udin melihat kembali pohon ditengah laut itu. Kali ini pohon itu berada di sebelah kiri. Memandangi pohon itu bebrapa menit dan dia kembali tersenyum. Pohon itu berlalu lagi seiring kecepatan pancung melaju

Ada suatu hal yang membuat Udin tersenyum ketika dia melihat pohon itu. Tapi dia tidak yakin apa yang membuat dia tersenyum.

Minggu berganti, kali itu grup sekolah datang dari Hongkong. Udin ditugaskan menjadi pemimpin trip. Dengan melakukan persiapan yang hampir sama, dia bersama tim nya bergerak menuju terminal ferry menyambut kedatangan para siswa itu yang masuk melalui jalur Singapura menuju Sekupang Batam.
Sesampainya di Terminal, beberapa menit kemudian mereka sudah berada di pancung yang sedang bergerak menuju resort. Sepanjang perjalanan, Udin tidak pernah bosan-bosannya menikmati pemandangan itu. Dan ketika melewati pulau satu pohon itu dia kembali tersenyum. Kali ini air laut sedang surut sehingga dia bisa melihat pohon itu tumbuh di atas pulau kecil. Dia membayangkan sesuatu yg lain tentang pulau itu. Senyumnya sedikit berbeda dari biasanya bahkan pikiran liarnya membayangkan bisa menginjakkan kaki di sana. Dan malah dia bermimpi lebih, seandainya suatu saat nanti dia bisa menjadi pengambil foto. Foto sepasang kekasih yang sedang jatuh cinta dan mengabadikan nya dalam foto di pulau itu. Dia membayangkan pengambilan foto dari setiap sudut bahkan memikirkan untuk mengambil dari sisi atas ntah pake tangga, atau terbang seperti elang elang.
Ah ini mustahil,’ pikirnya. Memang dari dulu Udin sejak di kampus sudah sedikti tertarik dengan dunia fotography tanpa dia sadari. Tapi selama di kampus dia tidak pernah terjun ke dunia itu, dia hanya penikmat foto foto saja. Beberpa kali pernah mengabadikan acara-acara di kampus tapi itu juga denga menggunakan sebuah handycam yg cukup terkenal saat itu. Dan kebanyakan hasilnya juga tidak pernah muncul untuk diperlihatkan...
'Ini tidak mungkin terjadi', pikirnya lagi. Ini tidak masuk akal.

Bulan pun berganti.
Tiap Udin melewati pohon itu dia masih tetap tersenyum membayangkan mimpi itu menjadi kenyataan. Kadang-kadang dia tidak memikirkan itu lagi karena dia tahu bahwa sepertinya mimpi itu mustahil untuk bisa terjadi. Mimpi oh mimpi.
Sepanjang tahun, ribuan turis sudah datang ke resort itu mulai dari anak anak, siswa, mahasiswa, tua muda, bapak-bapak, pasangan muda dari berbagai belahan dunia dan pastilah melewati pulau satu pohon baik ketika pada saat perjalanan datang maupun kembali.

Waktu serasa sangat cepat berlalu dan seakan tidak terasa begitu cepat seperti kilat.
Berada diatas laut, terkena teriknya sinar matahari, perjalanan dari pulau ke pulau, nginap dari rumah ke rumah penduduk lokal, melakukan proyek-proyek dari sekolah ke sekolah, makan ikan segar, berjoget, berenang, melakukan kerja bakti dengan para turis dan masyarakat lokal, berbagi kabar baik melalui hidup, berkeringat, kecapean, stress, tertawa bersama teman teman kerja, bintang-bintang, bulan yang bersinar terang, lompat ke laut nginap di hutan, bahasa inggris, kelelahan dan lain sebagainya menjadi bagian dari pekerjaan Udin atau tepatnya bagian dari hidup Udin di sana. Resort dan pulau pulau di sana menjadi rumah ke dua dia selain di Batam.
Tapi, setiap dia melewati pulau satu pohon itu dia selalu tersenyum membayangkan mimpinya. Kali ini mimpi itu seakan nyata dan membuat dia untuk memberanikan diri memikirkannya dengan serius walaupun belum ada kepastian bahwa dia akan bisa meraih mimpi itu.

Dengan berlalunya waktu, di Batam, Udin beberapa kali pergi ke toko kamera hanya sekedar melihat-lihat dan ingin mengetahui perkembangan produk produk dari kamera itu. Sesekali dia menanyakan harga sebuah kamera dslr. Tapi karena keterbatasan keuangan dia pun mengurungkan niatnya.
Setelah dua tahun bekerja, rupanya dia tidak ada kesempatan juga untuk membeli kamera yang di inginkannya sebagai bagaian dari salah satu usaha untuk mewujudkan mimpinya.

Suatu hari, dia dapat kabar seorang teman akan memberikan kamera tuanya yg sudah lama tidak dipakai kepada Udin. Namun, kamera tua itu harus masuk bengkel terlebih dahulu karena tidak berfungsi dengan normal lagi. Mendapat kabar itu, Udin sangat senang.
Kamera itu tiba tanggal 1.1.11. Angka yang menarik, pikirnya. Dia pun menamakan kamera itu dengan ND70 11111 seperti kebiasaan dia menamakan barang miliknya yang lain. Kebiasaan yg aneh...
Ada semangat baru yg keluar seakan meledak yang terpendam selama ini. Mungkin seperti gunung merapi yang baru saja meletus meyemburkan hawa panasnya. Tapi kali ini letusannya tidak seperti kejadian terkahir Gunung Merapi di Kota Yogya. Mungkin hanya letusan letusan kecil seperti gunung berapi yang aktif yg tidak membahayakan. Wah betapa senang hati Udin mendapatkan itu seperti seorang anak kecil yang baru mendapat maenan baru impiannya.
Sore hari itu dia langsung menuju salah satu lokasi favoritya di batam. mencoba jepretan pertama.
Hasilnya, GELAP. Tidak ada gambar. Gagal!
Dia tidak punya pengetahuan fotography sama sekali...
Dia coba lagi. Kali ini lebih baik. Tapi hanya sedikit cahaya yg tampak dan secara keseluruhan gelap gulita. Gagal lagi.
Lensa kali itu memang lensa jadul dan harus dipakai dengan mode manual. Dia coba baca buku manual nya. Dia coba jepretan berikutnya, lebih baik memang tapi tidak jelas itu gambar apa karena masih didominasi warna hitam .Gelaaapp dan gagal lagi.
Wuihh akhirnya seteleh puluhan jepretan dan settingan sana dan sini, cahaya dalam gambar pun udah mulai normal.
Waktu itu, ditempat yg sama pertemuan dengan Budi menjadi momen penting di tempat itu. Waktu itu Budi juga sedang mencoba kamera barunya. 2 hari berikutnya Budi memberitahu Udin bahwa akan ada acara seminar dan workshop fotography di Batam. Tanpa berpikir panjang Udin pun mengiyakan ajakan utk menghadirinya.. Dari seminar itu Udin mendapat ilmu baru dalan dunia fotography.

‘Cahaya! Cahaya merupakan hal yg paling penting dalam gambar. Gambar adalah melukis dengan cahaya!’
Bulan demi bulan berganti, Udin kembali melakukan rutinitas kerja. Kali ini juga dia secara sengaja menyempatkan diri utk ikut dengan pertemuan pertemuan para fotographer di Batam. Hunting bersama mereka membuat pengetahuan fotograhy Udin semakin baik. Belajar dari para photorapher senior, banyak bertanya, banyak membaca artikel di dunia maya, melihat dan mengamati gambar di internet, ikut gabung dalam club fotography, mengupload foto dalam account fb, situs-situs fotography, menerima kritik sekaligus memberi komentar ke foto-foto orang laen menjadi actions plannya Udin utk cepat berkembang dalam hobby barunya ini. 4 bulan berikutnya, Udin pun mengajak teman teman fotographrer untuk mengadakan seminar di resot tempat dia bekerja. Dia sangat bersemangat dengan ini karena merasa menggabungkan dunia fotograhy dengan pekerjaan walapun ini hanya semacam hobby tapi ini juga sekaligus memperkenalkan resort itu ke teman teman clubnya. Foto foto itu juga akan tersebar di dunia maya dan harapannya menjadi salah satu strategi marketing resort di tempat dia bekerja.

Singkat cerita Udin dan teman temannya pun berangkat menuju resort dengan menggunakan pancung yg sama, tidak lupa dia melihat pulau satu pohon itu kembali. Dia terseyum. Kali ini berbeda. Dia masih terus menyimpan mimpi itu dan masih menanti kapan akan bisa mampir dan mengabadikan foto di pohon itu. Tapi kali ini dia tidak peduli lagi kapan itu akan terwujud, Dia seakan-akan sudah melupakan mimpi itu. Namun, jauh di dalam hati kecil nya masih menantikan itu. Menjemput mimpi itu yang selalu menantikan dirinya persis di bawah pohon itu.

Tahun ini juga merupakan tahun yang paling sibuk bagi perusahan tempat Udin bekerja. Banyak grup grup sekolah yang datang dan pergi, baik dari sekolah Internasional di Indonesia maupun dari luar Indonesia termasuk para mahasiswa yang hampir semuanya langsung dari US. Kamera pemberian itu biasanya Udin bawa ketika bekerja di lapangan, dari pulau ke pulau, ke desa, tempat satu ke tempat yang lain. Mencoba utk mengabadikan setiap moment dan mengambil foto-foto sebanyak mungkin yang merupakan salah satu cara dia utk belajar teknik fotography dengan benar. Belajar membuat pencahayaan yang pas dan komposisi yang menarik merupakan tantangan selanjutnya yang dipelajari.
Kadang-kadang sampai kehilangan fokus dalam pekerjaan, pernah mendapat teguran beberapa kali dari teman kerja oleh karena kamera, juga sudah pernah dialami.. Kadang kadang rasa bosan melanda, tidak ada ide, buntu dan teknologi tua kamera itu menjadi tantangan sendiri utk belajar fotography lebih baik.

Seakan terlelap dengan pekerjaan, beberapa bulan terakhir Udin hampir tidak pernah memperhatikan lagi pulau satu pohon itu. Dengan kesibukan perkerjaan, mempersiaphkan trip trip selanjutnya, mengikuti club yang lain di Batam membuat dia seperti melupakan pohon itu..


5 oktober 2011.
Telepon genggam Udin berdering. Waktu itu dia sedang tugas melayani ratusan anak– anak sekolah di resort.

Udin : ‘Halo?’ ‘Who is this?’
Tom : ‘This is Tom. Whats up bro?
Udin ; ‘Oh Tom, not much. Im good. How are u doin' bro?
Tom : ‘Im good. Thanks’
(Tom adalah salah satu teman Udin yg sedang belajar Bahasa Indonesia di Batam)

Singkat cerita, Tom akhirnya menanyakan apakah ada waktu utk berbicara sebentar? Dan Udin mengiyakan. Tom menjelaskan rencana dia. Dia meminta bantuan utk mengambil foto pertunangan mereka yang akan mengambil lokasi di resort itu. Dan tanpa berpikir panjang, tinggi, luas dan lebar, Udin bersedia menolong mereka. Udin memikirkan kembali pohon itu dan dia kembali tersenyum.
Hari itu mereka membuat janji utk bertemu tanggal 7 oktober. Setelah Tom dan Tunangannya, Grace kembali dari India utk menghadiri satu acara di sana. Tanggal 7 okt pagi, Udin kembali mengantarkan pulang grup sekolah yang waktu itu ada di tempat kerjanya.
Akhirnya, Udin, Tom dan Grace, bertemu di terminal pancung kira kira jam satu siang. Dan mereka pun langsung naik ke pancung dan menuju resort. Udin sudah memberitahu mereka sebelumnya untuk berdandan, supaya nanti kalau ada kemungkunin air laut dalam keadaan surut mereka bisa mampir ke pulau satu pohon itu walaupun tidak bisa dipastikan karena tergantung keadaan pasang surutnya air laut. Tom dan Grace rupanya sudah berdandan ketika Udin bertemu mereka.
Dengan berharap harap cemas pancung berjalan.
Setelah setengah perjalanan, mereka sampai di sana di pulau satu pohon. Udin merasa sangat bersyukur karena air laut waktu itu sangat sempurn, air laut sedang surut. Grace pun meminta secara tidak langsung utk singgah di sana, dan Pak Iwan, bossnya Udin menyetujuinya yang kebetulan berada dalam pancung bersama mereka menuju resort.

YESSSS!
Hati Udin pun berdetak kencang. Dia tidak sabar mengambil mimpinya di pohon itu yang sudah menuggu dia tahunan.
Segera Tom dan Grace mempersiapkan diri , membuka kasut mereka dan merapikan diri utk di potret dan turun dari pancung.
Dengan keterbatasan waktu, Udin langsung berpikir cepat sudut pengambilan foto yg paling bagus utk momen ini. Setelah Tom dan Grace sudah berada di dekat pohon itu, Udinpun terus mengambil foto mereka membabi buta. Jepret sana jepret sini. Tidak peduli baju basah karena terkenal air laut, Udin terus menjepret mereka dengan sangat bersemangat. Berlari kesana dan kemari di air laut setinggi sebetis . Sesekali Grace memberikan ide sudut pengambilan nya karena maklum Udin masih amatiran. Berbekal ilmu dan teknik fotography yg terbatas yg Udin pelajari sebelumnya membuat dia percaya diri utk melakukan pemotretan ini.

Setelah kembali ke pancung dan puas dengan hasil pemotretan ini, Udin merenung sejenak dan merasakan dulu, bahwa hal hal kecil yang selama ini dilakukan dalam belajar fotography tidak sia sia walaupun tidak ada kejelasan kapan dan bagaimana caranya mimpi kecil nya menjadi sebuah kenyataan. Pada saat dia merasa jenuh dengan apa yang sedang dilakukannya, dia tetap masih terus melakukannya. Kadang-kadang dia bertanya, berkeluh kesah. Sering dia tidak mengerti apa yang sedang dilakukan, apa yg sedang terjadi namun dia masih bisa dan tetap tersenyum, kadang mimpi itu juga seperti sudah sirnah di telan lautan, tapi hati kecilnya terus membisikkan kata kata itu dengan lembut.
'Mimpi itu masih ada dan akan selalu ada'!

Bisikan seperti itu juga yang masih dia dengar kan di dalam hati kecilnya untuk mimpi-mimpi besarnya yang lain, sampai saat ini.

Puluhan gambar berhasil diabadikan di tempat itu. Sepasang kekasih yg sedang jatuh cinta itupun menjadi saksi hidup.
Untuk mengenangnya, Udin meminta Grace mengambil foto diri nya sendiri untuk diabadikan di pulau itu.
Gaya lompatan tinggi sang fotographer amatiran berhasil diabadikan di pulau satu pohon.
Di pulau pohon satu impian. Pulaunya Tom dan Grace. Di pulau cinta. :)



Comments

Popular posts from this blog

tujuhbelasan di belakang padang

‘terlambat’ di bandung dan ‘terburu-buru’ di medan..

tulisan pertamaku…. dua keadaan yg hampir sama dalam lokasi yg beda dengan aliran darah ya sama, B! keadaan yg memaksa sepuluh jariku untuk menggerakkan kemampuannya yg terbatas setiap keadaan yg ada biasanya hanya di simpan di kepala…. mungkin kata terlambat dan teburu-buru ini berkaitan dengan masalah hati. sangat logis dan sangat diterima memang ketika kedua alasan diatas dipake untuk menyatakan kenyataan keadaan yang sebenarnya tidak diinginkan membuat keadaan itu pelan-pelan bisa diterima walaupun mungkin tidak dimengerti… kedua hal diatas berhubungn dengan antara kesabaran atau ketdkberanian untuk melangkah,, memang sangat dekat artinya, hampir tidak bisa dibedakan alasan yg mana utk dipake tinggal pilih saja mana yg lebih berasa… yang ada menghasilkan ketidakjelasan seperti tulisan ini yang mungkin tidak semua orang mengerti dengan jelas maksudnya apa.. karena mungkin ini hanya pengalaman pribadi yg tidak untuk dimengerti memang bagi kalayak rame, walaupun bisa.. ini t